- Back to Home »
- SUHARTO »
- Tien Soeharto, Ken Dedes Orde Baru
Posted by : omalie
Selasa, 02 April 2013
Udah malam tiba-tiba tertarik membaca : Kumpulan Berita Suharto di merdeka.com terpaksa harus mebaca dan meng-clipping siapa tahu suatu saat bermanfaat.
Sumber : merdeka.com
Tim redaksi merdeka.com akan mengulas sosok Soeharto selama sebulan
penuh.
Bulan Maret kami sebut dengan Bulan Soeharto. Sama dengan saat kami
menghormati Soekarno dengan menyebut Bulan Juni sebagai Bulan Soekarno.
Karena melihat betis Ken Dedes yang bersinar, hati Ken Arok pun gelisah. Tidurnya tak lagi nyenyak karena terus memikirkan Ken Dedes. Arok percaya bahwa wanita pujaannya tersebut bukan sembarang wanita, tetapi memiliki wahyu keprabon.
Begitu juga dengan Raden Ayu Siti Hartinah, atau yang lebih dikenal dengan nama Ibu Tien Soeharto. Banyak kalangan yang menyebut, Tien Soeharto adalah Ken Dedes zaman Orde Baru. Siapa pun yang berhasil menikahi putri berdarah biru itu akan menjadi penguasa di Nusantara.
Tien Soeharto merupakan anak kedua dari pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo. Tien adalah canggah Mangkunagara III dari garis ibu. Soeharto menikahi Tien pada tanggal 26 Desember 1947 di Surakarta. Saat itulah Soeharto mendapatkan wahyu sebagai pemimpin.
Dalam buku 'Dunia Spiritual Soeharto', karya Arwan Tuti Artha, Bu Tien diibaratkan 'endog (telur) jagatnya Orde Baru'. Ibu Tien lah yang selama ini menjadi kekuatan terbesar dari Soeharto untuk menggenggam Nusantara. Selama bersama Bu Tien, wahyu keprabon akan terus menaunginya.
Berbagai paranornal Jawa bahkan meramalkan bahwa kekuasaan Soeharto sebenarnya telah berakhir di tahun 1996. Tahun itu adalah tahun ketika istri tercintanya, Tien Soeharto mengembuskan nafas terakhir.
Kehebatan Soeharto, selama ini dalam menjaga stabilitas negara bersumber pada konde Bu Tien. Tien Soerharto lah yang selama ini menjadi perantara turunnya wangsit-wangsit penting, karena memang secara genetik memiliki garis keturunan dari raja-raja Jawa.
Bahkan beredar kabar satu jam setelah Bu Tien wafat pada tanggal 28 April 1996, konde itu tiba-tiba menghilang dari genggaman Soeharto. Banyak yang berpendapat bahwa dengan hilangnya konde tersebut legitimitasi penguasa tunggal Orde baru itu juga hilang.
Namun Soeharto terlalu dibutakan akan kekuasaan. Meski secara legitimasi mistik sudah tidak berhak memimpin, Soeharto tetap melanjutkan ambisinya menjadi presiden seumur hidup, meskipun tanda-tanda bakal berakhir kekuasaannya kian nyata.
Dalam Sidang Umum MPR Tahun 1998, Ketua MPR Harmoko kembali mengetuk palu dan mengesahkan pengangkatan kembali Soeharto sebagai presiden Indonesia periode 1998-2003. Palu diketuk lalu patah menjadi dua. Patahnya palu banyak ditafsirkan akan segera berakhirnya masa keemasan sang anak petani tersebut.
Dan pada 21 Mei 1998 hal itu terbukti. Soeharto dipaksa turun tahta oleh gelombang demonstran mahasiswa. Mahasiswa yang kala itu menduduki Gedung MPR DPR memaksa Soeharto untuk segera mundur dari rezim yang telah digagahinya selama 32 tahun lebih.
Lalu di manakah Ken Dedes di era reformasi ini?
Begitu juga dengan Raden Ayu Siti Hartinah, atau yang lebih dikenal dengan nama Ibu Tien Soeharto. Banyak kalangan yang menyebut, Tien Soeharto adalah Ken Dedes zaman Orde Baru. Siapa pun yang berhasil menikahi putri berdarah biru itu akan menjadi penguasa di Nusantara.
Tien Soeharto merupakan anak kedua dari pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo. Tien adalah canggah Mangkunagara III dari garis ibu. Soeharto menikahi Tien pada tanggal 26 Desember 1947 di Surakarta. Saat itulah Soeharto mendapatkan wahyu sebagai pemimpin.
Dalam buku 'Dunia Spiritual Soeharto', karya Arwan Tuti Artha, Bu Tien diibaratkan 'endog (telur) jagatnya Orde Baru'. Ibu Tien lah yang selama ini menjadi kekuatan terbesar dari Soeharto untuk menggenggam Nusantara. Selama bersama Bu Tien, wahyu keprabon akan terus menaunginya.
Berbagai paranornal Jawa bahkan meramalkan bahwa kekuasaan Soeharto sebenarnya telah berakhir di tahun 1996. Tahun itu adalah tahun ketika istri tercintanya, Tien Soeharto mengembuskan nafas terakhir.
Kehebatan Soeharto, selama ini dalam menjaga stabilitas negara bersumber pada konde Bu Tien. Tien Soerharto lah yang selama ini menjadi perantara turunnya wangsit-wangsit penting, karena memang secara genetik memiliki garis keturunan dari raja-raja Jawa.
Bahkan beredar kabar satu jam setelah Bu Tien wafat pada tanggal 28 April 1996, konde itu tiba-tiba menghilang dari genggaman Soeharto. Banyak yang berpendapat bahwa dengan hilangnya konde tersebut legitimitasi penguasa tunggal Orde baru itu juga hilang.
Namun Soeharto terlalu dibutakan akan kekuasaan. Meski secara legitimasi mistik sudah tidak berhak memimpin, Soeharto tetap melanjutkan ambisinya menjadi presiden seumur hidup, meskipun tanda-tanda bakal berakhir kekuasaannya kian nyata.
Dalam Sidang Umum MPR Tahun 1998, Ketua MPR Harmoko kembali mengetuk palu dan mengesahkan pengangkatan kembali Soeharto sebagai presiden Indonesia periode 1998-2003. Palu diketuk lalu patah menjadi dua. Patahnya palu banyak ditafsirkan akan segera berakhirnya masa keemasan sang anak petani tersebut.
Dan pada 21 Mei 1998 hal itu terbukti. Soeharto dipaksa turun tahta oleh gelombang demonstran mahasiswa. Mahasiswa yang kala itu menduduki Gedung MPR DPR memaksa Soeharto untuk segera mundur dari rezim yang telah digagahinya selama 32 tahun lebih.
Lalu di manakah Ken Dedes di era reformasi ini?